Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Alasan Penolakan Dewan Pers Terhadap Revisi RUU Penyiaran

 

Foto: Ben/TuguJatim



A+ | Dewan Pers menolak revisi RUU Penyiaran karena terdapat beberapa poin penting yang dianggap mengancam kemerdekaan pers dan prinsip-prinsip dasar jurnalistik. Berikut adalah beberapa alasan utama penolakan tersebut:

1. Perbedaan Perlakuan Produk Jurnalistik
Draf RUU Penyiaran berupaya membedakan antara produk jurnalistik oleh media massa konvensional dengan produk jurnalistik oleh media yang menggunakan frekuensi telekomunikasi. Pasal 1 UU Pers menjelaskan bahwa penyampaian informasi dari kegiatan jurnalistik dapat dilakukan melalui media cetak, elektronik, dan semua saluran yang ada tanpa pembedaan platform. Upaya untuk membedakan ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam penyampaian informasi jurnalistik.

2. Kewenangan Dewan Pers dalam Mengawasi Kode Etik Jurnalistik
Pasal 15 ayat (2) huruf c UU Pers menegaskan bahwa Dewan Pers memiliki fungsi untuk menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Tidak ada lembaga lain yang berwenang dalam hal ini. Sementara itu, pasal yang sama huruf d menyatakan bahwa Dewan Pers juga bertugas memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat terkait pemberitaan pers. Revisi RUU Penyiaran yang mengusulkan mediasi oleh KPI dalam sengketa pemberitaan dinilai menafikan peran dan kewenangan Dewan Pers.

3. Mediasi oleh KPI dalam Sengketa Pemberitaan
Draf RUU Penyiaran menyebutkan bahwa mediasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan ditempuh jika terjadi sengketa. Namun, mediasi ini hanya mungkin dilakukan untuk siaran nonberita. Jika mediasi juga diterapkan untuk sengketa pemberitaan, maka hal ini akan menafikan keberadaan pasal 15 ayat (2) khususnya huruf c dan d UU Pers. Dengan demikian, revisi ini dianggap mengurangi peran Dewan Pers dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan.

4. Larangan Penayangan Jurnalisme Investigasi
Larangan penayangan jurnalisme investigasi dalam draf RUU Penyiaran bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. Larangan ini dinilai akan membungkam kemerdekaan pers, yang seharusnya dilindungi dari campur tangan pihak lain sesuai dengan fungsi Dewan Pers yang diatur dalam pasal 15 ayat (2) huruf a.

5. Kemerdekaan Pers Pasca-Reformasi
Peniadaan sensor pemuatan berita merupakan salah satu buah reformasi yang diinginkan oleh pers dan masyarakat untuk kemerdekaan dalam pemberitaan. Adanya revisi yang mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi dianggap sebagai langkah mundur dalam proses demokratisasi yang telah diperjuangkan selama ini. Oleh karena itu, Dewan Pers menolak revisi yang dinilai merugikan kemerdekaan pers tersebut.

6. Hak Publik Mendapatkan Informasi
Pers bekerja untuk memenuhi hak publik dalam mendapatkan informasi, yang merupakan hak asasi manusia. Larangan menyiarkan karya jurnalistik bertentangan dengan hak asasi manusia ini. Pers bertanggung jawab untuk menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh publik, dan pembatasan dalam penyiaran berita akan menghambat hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.

Dengan mempertimbangkan poin-poin di atas, Dewan Pers menyatakan penolakan terhadap revisi RUU Penyiaran karena dianggap mengancam kemerdekaan pers, mengurangi kewenangan Dewan Pers, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar jurnalistik serta hak asasi manusia.




Posting Komentar

0 Komentar