Awal Mula yang Sederhana
Kwok Kwie Fo, yang lebih dikenal dengan nama Djoko Susanto, adalah sosok di balik kesuksesan jaringan ritel ternama di Indonesia, Alfamart dan Alfamidi. Kesuksesan besar yang diraihnya bermula dari langkah-langkah kecil di masa lalu. Kisah Djoko Susanto adalah cerita tentang ketekunan, visi, dan kemampuan untuk melihat peluang di tempat yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain.
Dari Toko Kelontong ke Distribusi Rokok
Kisah Djoko Susanto dimulai pada tahun 1966. Setelah meninggalkan bangku SMA, Djoko mengawali kariernya sebagai pegawai biasa di sebuah perusahaan perakitan radio. Namun, ketidakcocokan dengan pekerjaan tersebut membuatnya kembali ke akar, membantu bisnis kelontong milik ibunya, Toko Sumber Bahagia di Petojo, Jakarta. Di toko kecil yang menjual kacang tanah, minyak sayur, sabun mandi, dan rokok itulah Djoko mulai merintis kariernya.
Seiring waktu, Toko Sumber Bahagia mulai fokus pada penjualan rokok dalam skala besar, dengan Gudang Garam sebagai mitra utama. Berkat kerja keras dan kecerdasan dalam mengelola bisnis, Djoko berhasil meningkatkan penjualan toko tersebut secara signifikan. Pada tahun 1987, dia sudah memiliki 15 jaringan toko grosir dan menjadi penjual rokok Gudang Garam terbesar, sebuah pencapaian yang luar biasa untuk seorang yang memulai dari nol.
Pertemuan yang Mengubah Nasib
Keberhasilan Djoko dalam menjual rokok tidak luput dari perhatian Putera Sampoerna, bos PT HM Sampoerna. Pertemuan mereka pada akhir 1986 menjadi titik balik dalam hidup Djoko. Putera Sampoerna mengangkatnya menjadi direktur penjualan PT Sampoerna, posisi yang memungkinkan Djoko membawa perusahaan tersebut ke peringkat kedua terbesar setelah Gudang Garam.
Selain itu, Djoko juga dipercaya sebagai direktur PT Panarmas, distributor rokok Sampoerna. Dalam posisi ini, Djoko memainkan peran kunci dalam memasarkan merek baru Sampoerna, Sampoerna A Mild, yang diluncurkan pada tahun 1989. Kepiawaian Djoko dalam strategi pemasaran membuat Sampoerna A Mild menjadi salah satu merek rokok terpopuler di Indonesia.
Mendirikan Toko Gudang Rabat
Pada tahun 1989, Djoko mendirikan PT Alfa Retailindo, yang menjadi cikal bakal dari jaringan toko Alfamart. Dengan modal Rp 2 miliar, Djoko mengubah gudang Sampoerna di Jl Lodan No. 80 menjadi Toko Gudang Rabat, dengan 40% saham dimiliki oleh Putera Sampoerna dan sisanya oleh Djoko. Toko ini awalnya difungsikan sebagai distributor rokok baru Sampoerna, tetapi kemudian berkembang menjadi toko kelontong yang menjual berbagai macam barang.
Toko Gudang Rabat berkembang pesat dan membuka banyak cabang di berbagai kota di Indonesia. Pada tahun 1990-an, Gudang Rabat menjadi pesaing serius bagi Indomaret, jaringan retail milik Salim Group, dengan memiliki 32 gerai.
Transformasi Menjadi Alfamart
Pada 18 Oktober 1999, nama Gudang Rabat diubah menjadi Alfa Minimart di bawah PT Sumber Alfaria Trijaya. Alfa Minimart mengadopsi konsep minimarket yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara dekat, dengan toko pertama dibuka di Jl. Beringin Raya, Tangerang. Konsep ini mendapat respons positif dari masyarakat, dan penjualan Alfa Minimart meningkat pesat.
Alfa Minimart go public pada 18 Januari 2000, dengan nilai kapitalisasi pasar yang ditaksir mencapai US$ 108,29 juta. Pada 1 Januari 2003, nama Alfa Minimart berubah menjadi Alfamart. Dukungan modal dari Putera Sampoerna dan manajemen yang solid membuat Alfamart tumbuh pesat, hingga memiliki ribuan gerai di seluruh Indonesia, menjadikannya jaringan minimarket terbesar di tanah air.
Ekspansi ke Alfamidi
Tidak berhenti di Alfamart, Djoko Susanto juga meluncurkan Alfamidi pada 28 Juni 2007 di bawah PT Midimart Utama (MiDi) dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Meskipun masih dalam satu manajemen dengan Alfamart, Alfamidi memiliki perbedaan mencolok, yaitu ukuran toko yang lebih besar dan konsep yang lebih luas dibandingkan Alfamart. Alfamidi dirancang untuk menjual lebih banyak jenis barang, termasuk produk segar seperti buah, sayuran, dan daging.
Mengatasi Tantangan di Lapangan
Kesuksesan besar selalu disertai tantangan, dan Djoko Susanto tidak luput dari masalah. Salah satu isu yang dihadapi adalah keberadaan tukang parkir liar di sekitar gerai Alfamart dan Alfamidi. Keberadaan tukang parkir liar seringkali mengganggu kenyamanan konsumen.
Menurut Direktur Legal and Compliance Alfamidi, Afid Hermeily, masalah tukang parkir liar menjadi sorotan manajemen dan masuk dalam strategi bisnis tahun 2024 mengenai standar dan kualitas terhadap konsumen. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan bekerja sama dengan pemerintah daerah, aparat keamanan, dan lingkungan sekitar. Meskipun sudah ada regulasi dan upaya penertiban, tantangan ini tetap memerlukan pendekatan persuasif dan edukasi kepada warga yang menjadi juru parkir liar.
Warisan dan Pengaruh
Djoko Susanto adalah contoh nyata dari seorang visioner yang mampu melihat peluang di tempat yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain. Dari menjaga warung kelontong hingga mendirikan jaringan ritel terbesar di Indonesia, kisahnya adalah inspirasi bagi banyak orang. Dedikasinya terhadap bisnis dan ketekunannya dalam menghadapi tantangan menjadikan Djoko Susanto sebagai salah satu tokoh sukses di industri ritel Indonesia.
Kini, dengan ribuan gerai Alfamart dan Alfamidi yang tersebar di seluruh Indonesia, Djoko Susanto telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam dunia bisnis ritel. Kesuksesannya tidak hanya membawa keuntungan pribadi, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia dan menyediakan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
0 Komentar