A+ | Ada momen-momen di mana seorang jenderal tak hanya harus berhadapan dengan penjahat, tetapi juga dengan pena yang lebih tajam dari pedang. Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, pernah merasakannya. Sebuah artikel di majalah Tempo edisi 14-20 September 2009 yang berjudul "Aksi Susno di Century" membuatnya naik pitam.
Judul besar itu tertera di sampul depan majalah yang punya sejarah panjang dalam jurnalisme investigasi. Tapi kali ini, Susno merasa ada yang keliru. Ada yang tak beres. Tempo, yang dulu ia hormati, kini ia anggap telah melanggar norma dan etika pemberitaan. Menurutnya, laporan itu lebih banyak berdasar praduga ketimbang fakta.
Trust yang Dikhianati
Susno bukan orang sembarangan. Ia mantan Kabareskrim, orang yang ada di garda depan dalam menegakkan hukum. Namun, artikel itu membuatnya merasa dipojokkan. Tuduhan-tuduhan yang muncul dalam pemberitaan itu, katanya, tak pernah dikonfirmasi padanya. Tak ada wawancara. Tak ada crosscheck.
"Kalau saja Tempo mau buka file, banyak sekali penjelasan saya tentang materi berita itu. Tapi Tempo abaikan," kata Susno.
Salah satu hal yang membuatnya geram adalah insinuasi bahwa ia memanggil pimpinan Century ke Bareskrim. Faktanya, kata Susno, justru pimpinan Century sendiri yang meminta difasilitasi. "Bisa dicek ke Lucas, pengacara Budi Sampurna, atau langsung ke pimpinan Century."
Lalu soal surat klarifikasi. Tempo seolah menggiring opini bahwa Susno yang meminta klarifikasi dari Century. Nyatanya, kata dia, justru pihak Century yang meminta surat itu via pengacara mereka. "Saya malah heran. Sudah diklarifikasi dan rekening sudah ditelusuri bersama, kok masih pakai surat? Tinggal tanya ke Pak Lucas dan pimpinan Century, beres."
Perintah Membayar? Aneh!
Puncaknya adalah tuduhan bahwa Susno memerintahkan pembayaran dana tertentu terkait kasus Century.
"Aneh kalau dibilang saya yang perintahkan pembayaran. Tugas Bareskrim jelas: menyidik kejahatan perbankan dan menelusuri aliran dana. Kalau ada dana hasil kejahatan, diblokir dan disita. Kalau tidak, ya dilepas. Ini kerja tim, bukan Susno pribadi. Ada BI, PPATK, Polri, semua kerja keras melacak aliran dana Century."
Ia menegaskan bahwa tim gabungan sudah menentukan bahwa dana Budi Sampurna sebesar USD 18 juta itu tidak terkait kejahatan. Tapi tetap saja, Century menahan pencairan. "Sudah clear, kok gak bisa cair? Ada apa ini?"
Kenapa yang Baik Tak Diberitakan?
Yang lebih membuatnya kecewa adalah bahwa prestasi Bareskrim dalam kasus ini justru luput dari sorotan media.
"Bareskrim berhasil membekukan aset owner Century dan keluarganya senilai Rp 13 triliun di luar negeri, dan sekitar Rp 1,1 triliun di dalam negeri. Itu fakta. Itu yang ditunggu masyarakat. Tapi kok gak diberitakan?"
Susno menyindir bahwa Tempo masih terjebak pada paradigma jurnalisme lama yang lebih senang mengutip "isu yang beredar" daripada menggali fakta.
"Saya kecewa bukan karena dizolimi pemberitaan, tapi karena saya berharap Indonesia punya media sekelas Time. Kapan kita punya media seperti itu?"
Trust atau Oplah?
Pertanyaan besar pun ia lontarkan: ada apa di balik berita itu? Siapa yang memesan berita yang memojokkan dirinya?
"Jangan korbankan trust publik demi oplah sesaat," tegasnya.
Bagi Susno, media mestinya menjaga kredibilitas, bukan menjadi sensasional atau bahkan menyerempet ke gosip. Ia tak butuh dilindungi atau dipuja, tapi ia menolak dituduh tanpa dasar.
"Saya sudah menghapus kata-kata off the record dari kamus saya," katanya.
Di akhir pernyataannya, Susno tetap optimistis bahwa masih ada jurnalis yang berjuang untuk rakyat dan kebenaran. "Mari kita berjuang melawan ketidakadilan, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang. Selamat berjuang, saya yakin mayoritas jurnalis tetap merah putih."
Sebuah pesan yang tegas. Sebuah harapan yang masih menyala.
0 Komentar