Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Ketika Penegakan Hukum dan Politik Bertaut



A+ | Sebuah rumah di Bandung menjadi panggung dari sebuah babak baru dalam drama politik dan hukum negeri ini. Penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kediaman Ridwan Kamil bukan sekadar peristiwa hukum; ia adalah bayangan panjang dari hubungan yang selalu gelisah antara kekuasaan dan keadilan.

Tak ada yang kebetulan dalam politik. Terlebih di Indonesia, di mana jejak setiap langkah para pemimpin selalu dikalkulasi dalam orbit kekuasaan. Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat, kini sedang menapaki jalan yang berkelok: ia baru bergabung dengan Partai Golkar, ia baru saja menjadi bagian dari lingkaran Prabowo Subianto. Dan kini, rumahnya digeledah KPK dalam kasus dugaan korupsi dana iklan Bank Jabar Banten (BJB). Benarkah hukum sedang berjalan dalam garisnya yang lurus, atau ada tarikan-tarikan lain yang tak kasat mata?

Hukum, jika ia bekerja tanpa gangguan, seharusnya menjadi pisau bedah yang tajam. Ia tidak menimbang arah angin, tidak mempertimbangkan aliansi, tidak takut pada konstelasi. Tetapi di negeri ini, keyakinan itu sering goyah. Terlalu banyak sejarah yang membisikkan bahwa hukum bisa menjadi senjata, bukan sekadar alat keadilan.

Penggeledahan ini bisa dibaca dalam dua tafsir. Tafsir pertama adalah optimisme: bahwa KPK tetap bekerja sebagaimana mandatnya, bahwa semua yang tersangkut dugaan korupsi harus dipertanggungjawabkan, siapa pun mereka. Tetapi ada tafsir kedua: bahwa ini adalah upaya memperlihatkan bahwa negara bekerja, bahwa hukum tegak tanpa diskriminasi, meskipun ada tanda tanya apakah ini hanya pemanis untuk meredam kritik atas selektivitas dalam pemberantasan korupsi.

Politik kita selalu bergerak dalam pola yang berulang. Setiap kali ada yang naik, ada pula yang harus ditekan. Dalam pusaran ini, tak sedikit pemimpin yang kariernya kandas bukan karena hukum semata, tetapi karena permainan politik yang lebih besar.

Ridwan Kamil, dengan segala reputasi dan modal politiknya, kini harus menghadapi ujian ini. Publik, dengan skeptisisme yang telah terasah selama bertahun-tahun, menunggu: apakah ini awal dari akhir bagi seorang tokoh yang sedang menanjak, atau justru batu loncatan yang akan membuatnya lebih kuat? Sejarah akan mencatat, dan kita akan menyaksikan. ()




Konten ini telah tayang di SINI

Posting Komentar

0 Komentar