A+ | Malam itu, Selasa, 11 Maret 2025. Masjid Al Wahab di Kota Bekasi tidak seperti biasanya. Lebih semarak. Lebih hangat. Lebih bersinar.
Sejak sore, orang-orang sudah berdatangan. Para pengurus Yayasan Rindang Indonesia sibuk menyambut tamu. Anak-anak yatim binaan yayasan itu pun tampak berseri. Mereka tidak hanya menunggu berbuka puasa, tapi juga menanti tamu istimewa: Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA.
Namun, sang tamu baru tiba saat Isya. Padatnya jadwal membuatnya tertahan di berbagai tempat sebelum akhirnya sampai di masjid ini. Tapi siapa yang peduli soal keterlambatan? Semua tetap antusias.
Ketika beliau melangkah masuk, alunan hadroh menggema. Anak-anak yatim menyambutnya dengan cinta. Ketua Umum Yayasan Rindang Indonesia, M. Adhie Pamungkas, SH, MM, sudah siap dengan senyum dan jabatan tangannya. Para tokoh masyarakat juga berdiri menyambut dengan penuh hormat.
Shalat Isya dan Tarawih berjamaah segera dimulai. Ustadz Kosasih menjadi imam. Menteri? Tidak. Malam itu, beliau memilih di saf belakang. Kesehatan sedang tidak bersahabat. Tapi auranya tetap teduh.
Mimpi 1000 Hektare
Setelah shalat, acara inti dimulai. Adhie Pamungkas mengambil mikrofon. Ia tidak bertele-tele. Langsung ke intinya.
“Yayasan ini bukan hanya untuk anak-anak yatim. Kami ingin mereka tumbuh sebagai generasi yang agamais, nasionalis, dan berjiwa bisnis.”
Ia berbicara tentang rencana besar: membuka 1000 hektare lahan pertanian di Karawang. Untuk ketahanan pangan. Untuk kemandirian.
Bukan itu saja. Lahan 1,2 hektare di sekitar masjid juga sedang dikembangkan. Akan jadi pusat pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
Sebuah mimpi besar. Tapi siapa tahu? Mimpi besar sering kali lahir dari tempat-tempat kecil seperti ini.
Doa yang Sampai ke Langit
Lalu tibalah saatnya yang ditunggu-tunggu.
KH Nasaruddin Umar maju. Tausiahnya lembut. Tenang. Dalam.
Ia berbicara tentang kekuatan doa. Bahwa kekayaan sejati bukan harta, melainkan investasi kemanusiaan. Ia memuji Yayasan Rindang Indonesia sebagai contoh nyata.
Lalu ia berbagi kiat agar doa dikabulkan. Mulai dari shalat hajat, shalat taubat, hingga menjaga hati agar bersih dari prasangka buruk.
“Doa yang tulus dari hati yang bersih, insya Allah akan sampai ke langit,” ucapnya.
Lalu, doa bersama dipimpin. Malam itu menjadi hening. Tangan-tangan terangkat. Mata-mata berkaca-kaca. Harapan-harapan terucap dalam sunyi.
Di luar masjid, layar besar menayangkan acara ini secara live streaming. Tak semua bisa masuk ke dalam. Tapi semua ingin menjadi bagian dari momen ini.
Malam itu, Masjid Al Wahab tidak sekadar menjadi tempat ibadah. Ia menjadi saksi lahirnya harapan baru. Mimpi baru. Dan mungkin, di antara doa-doa yang dipanjatkan, ada satu yang benar-benar mengetuk pintu langit.
Mungkin.
[*]
0 Komentar