Dari Tanah Negara hingga Pusat Keislaman di Kebayoran
A+ | Jakarta— Di tengah kepadatan kawasan elit Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, berdiri sebuah bangunan yang tak banyak berubah sejak awal berdirinya pada 1971. Masjid Baitul Atiq, yang terletak di Jalan Sriwijaya IV No. 1, menjadi salah satu pusat kegiatan keagamaan yang berakar kuat dalam sejarah panjang masyarakat setempat. Namun, di balik keheningan tempat ibadah ini, tersimpan kisah perjuangan warga untuk mempertahankan keberadaannya, dari awal pendirian hingga kini menjadi pusat pendidikan dan sosial.
Dibangun di Atas Tanah Negara
Masjid Baitul Atiq berdiri di atas tanah seluas 500 meter persegi yang merupakan bagian dari lahan negara seluas 4.308 meter persegi, tercatat dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 287/Selong Tahun 2005 atas nama Departemen Pendidikan Nasional. Keberadaan masjid ini tidak serta-merta muncul begitu saja. Warga setempat, yang kala itu merasa kesulitan mencari tempat ibadah, mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mendirikan rumah ibadah di lokasi tersebut.
Hadi Soewondo, seorang warga yang tinggal di sekitar lokasi, menjadi sosok yang berinisiatif mengurus perizinan. Setelah melalui proses administrasi yang panjang, pemerintah akhirnya mengizinkan pembangunan masjid di lokasi itu. Sejak saat itu, Masjid Baitul Atiq menjadi pusat kegiatan keislaman yang berkembang pesat.
Namun, status tanah negara ini bukan tanpa tantangan. Seiring dengan perkembangan kota, muncul berbagai spekulasi mengenai kemungkinan alih fungsi lahan. Meski hingga kini masjid tetap berdiri kokoh, pengelola dan jamaah masih terus menjaga agar status tanah tidak berpindah kepentingan.
Dari Mushala Kecil hingga Pusat Keislaman
Masjid Baitul Atiq tidak sekadar tempat shalat lima waktu. Berbagai kegiatan keagamaan dan sosial telah menjadikannya pusat pembinaan umat di Kebayoran Baru.
Majelis taklim menjadi salah satu program utama, dengan kajian rutin kitab-kitab klasik, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Hadits Abu Dawud, Hadits Nasa’i, Hadits Ibnu Majah, dan Hadits Tirmidzi. Setiap pekan, puluhan jamaah berkumpul untuk mendalami ajaran Islam dari sumber aslinya.
Pada bulan Ramadan, aktivitas masjid semakin meningkat. Dari tarawih berjamaah hingga iktikaf, masjid ini menjadi pusat ibadah yang dipadati jamaah. Pembagian zakat fitrah pun dikelola secara profesional oleh amil zakat yang dibentuk oleh pengurus masjid.
Tak hanya itu, masjid ini juga memiliki program khusus untuk pembinaan generasi muda. Di bawah konsep "Program Pembinaan Karakter Generasi Muda," berbagai nilai moral dan agama ditanamkan sejak dini. Ada Tri Sukses yang mengajarkan Akhlakul Karimah, Alim & Faqih, serta kemandirian. Ada pula Enam Thobiat Luhur, yaitu nilai-nilai kejujuran, kerja sama, dan tanggung jawab yang terus diajarkan kepada generasi penerus.
Olahraga, Pramuka, dan Pembekalan Keterampilan
Menariknya, Masjid Baitul Atiq tidak hanya berfokus pada ibadah. Program-program olahraga dan keterampilan juga menjadi bagian dari aktivitas masjid ini.
Beberapa kegiatan yang rutin diadakan antara lain:
- Silat: Sebagai bentuk pelatihan bela diri dan pembinaan fisik bagi remaja.
- Sepak bola: Untuk jamaah berusia 35 tahun ke bawah.
- Senam bersama: Dibuka untuk semua jamaah guna menjaga kebugaran tubuh.
- Pelatihan memasak: Dikhususkan bagi remaja putri untuk membekali mereka dengan keterampilan hidup.
- Pramuka: Memberikan pendidikan disiplin dan kemandirian bagi generasi muda.
Kombinasi antara pendidikan agama, olahraga, dan keterampilan ini menjadikan Masjid Baitul Atiq lebih dari sekadar tempat ibadah. Ia menjadi pusat pembinaan umat yang terintegrasi dengan kebutuhan sosial masyarakat.
Siapa Pengurus di Balik Masjid Ini?
Di balik aktivitas masjid yang terus berkembang, ada sosok-sosok yang berperan besar dalam pengelolaannya. Sejak tahun 1984, Masjid Baitul Atiq dikelola oleh yayasan yang dipimpin oleh Irjen Pol (Purn) Drs. H. Srijono, M.Sc., seorang mantan perwira tinggi Polri yang hingga kini tetap aktif dalam kegiatan masjid.
Adapun susunan pengurus Yayasan Masjid Baitul Atiq periode 2022–sekarang adalah:
- Ketua Pembina: Irjen Pol (Purn) Drs. H. Srijono, M.Sc.
- Anggota Pembina: Drs. H. Dunan Ismail
- Anggota Pembina: H. Hudi Suryanto
- Ketua: H. Supriyono WS
- Sekretaris: Asep Sri Wibowo
- Bendahara: Warjan
- Pengawas: Drs. H. Budi Sardjono
Dengan struktur pengelolaan yang solid, Masjid Baitul Atiq terus berkembang dan menjadi pusat keagamaan yang berpengaruh di Jakarta Selatan.
Masa Depan Masjid Baitul Atiq
Meski hingga kini masjid ini tetap kokoh berdiri, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah status tanah yang masih berlabel tanah negara. Hingga saat ini, belum ada kejelasan apakah lahan ini akan tetap diperuntukkan bagi fasilitas keagamaan atau berpotensi dialihkan untuk kepentingan lain di masa depan.
Para pengurus dan jamaah berharap agar Masjid Baitul Atiq tetap menjadi bagian dari sejarah dan kehidupan masyarakat Kebayoran Baru. Dengan berbagai aktivitas keagamaan, pendidikan, dan sosial yang telah berjalan selama lebih dari lima dekade, masjid ini bukan sekadar bangunan ibadah, tetapi juga bagian dari identitas komunitas.
Sejauh ini, pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait status lahan masjid ini di masa mendatang. Namun, warga berharap agar tempat ini tetap menjadi pusat keislaman yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Apakah Masjid Ini Akan Bertahan?
Sejarah telah membuktikan bahwa tempat ibadah sering kali menjadi pusat perlawanan terhadap perubahan yang mengancam identitas sosial masyarakat. Masjid Baitul Atiq, dengan segala perjalanannya, masih berdiri kokoh meski berhadapan dengan berbagai tantangan.
Kini, pertanyaannya adalah: apakah masjid ini akan tetap menjadi pusat pembinaan umat, atau akan tergeser oleh kepentingan lain?
Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (*)
0 Komentar