Oleh: Mahar Prastowo
"Dulu kita diajari berpikir. Hari ini kita diajari diam."
Dulu, Presiden Soeharto membangun Yayasan Supersemar. Membiayai anak-anak miskin tapi cerdas. Agar bangsa ini punya masa depan. Agar anak kampung bisa menjadi profesor. Anak petani bisa jadi menteri.
Itu semua dilakukan diam-diam. Tanpa ribut. Tanpa tepuk tangan.
Hari ini, yayasan itu dibubarkan.
Asetnya dibekukan.
Namanya dikotori.
Yang dulu sekolah dengan beasiswa itu kini banyak yang jadi orang besar. Tapi yayasan yang membesarkan mereka — dimatikan.
Kenapa?
Karena mereka tahu: rakyat cerdas itu bahaya. Rakyat pintar itu susah dikendalikan.
Kekuasaan lebih nyaman di atas kebodohan.
Lebih gampang mengatur orang lapar dan bodoh, daripada mengatur orang pintar dan berani.
Bukan hanya yayasan.
BUMN pun dijarah.
Dulu, BUMN didirikan supaya negara punya sumber uang sendiri. Agar APBN kuat tanpa harus menguliti rakyat dengan pajak.
BUMN dibangun agar rakyat tidak terlalu dibebani. Agar negara mandiri. Agar kita tidak perlu menengadah.
Sekarang?
BUMN dilemahkan. Dipreteli. Dijual potongan demi potongan.
Negara dibiarkan pincang.
Rakyat dibiarkan menanggung beban sendiri.
Yang dibangun puluhan tahun dengan susah payah, kini dihancurkan hanya untuk mengejar kekuasaan jangka pendek.
Dulu, kita memburu kecerdasan.
Sekarang, mereka memburu kebodohan.
Negara besar tidak lahir dari rakyat yang diam.
Negara besar lahir dari rakyat yang berpikir.
Tapi mereka tidak butuh rakyat berpikir.
Mereka hanya butuh rakyat patuh.
Kadang saya berpikir:
Mungkin memang kita terlalu berani bermimpi tentang bangsa pintar.
Padahal, dalam dunia nyata, bangsa yang patuh jauh lebih menguntungkan.
Bangsa yang tak banyak bertanya.
Bangsa yang percaya saja.
Mungkin itu sebabnya, yang pintar-pintar dikurangi.
Yang berani-berani disingkirkan.
Yang kritis-kritis disenyapkan.
Mungkin.
Atau mungkin memang kita sendiri yang terlalu berharap.
Tapi, siapa tahu, di antara sisa-sisa reruntuhan ini, masih ada satu-dua anak kecil yang diam-diam, dalam gelap, belajar untuk berpikir.
Kalau itu terjadi, sejarah akan menemukan jalannya sendiri.
Dengan atau tanpa yayasan.
Dengan atau tanpa BUMN.
Jakarta 🇮🇩, 17 Agustus 2022
0 Komentar