![]() |
Rapat dengan SPAMAD Mabes TNI AD. Pertahanan Masa Kini: Dari Senapan ke Siber, dari Medan ke Pikiran. (foto: dok. Mabesad) |
Oleh: Mahar Prastowo
Di tengah pesatnya transformasi teknologi dan geopolitik global yang kian dinamis, konsep ancaman terhadap kedaulatan negara pun berevolusi. Indonesia tak lagi hanya menghadapi bayang-bayang invasi bersenjata di garis batas, melainkan juga penetrasi digital yang menyerang dari balik layar. Pertahanan tidak lagi cukup ditakar dari jumlah tank dan jet tempur, tetapi juga dari kapasitas keamanan siber, ketahanan sosial, hingga resiliensi ideologis warganya.
Muncul pertanyaan mendasar: apakah struktur pertahanan kita telah bertransformasi sesuai dengan evolusi ancaman kontemporer? Jawabannya masih menyisakan ruang diskusi yang luas---dan mendesak.
Ancaman Baru: Tak Terlihat, Namun Nyata
Dulu, yang disebut ancaman adalah musuh bersenjata. Kini, musuh bisa berupa akun anonim yang menyebar disinformasi, malware yang melumpuhkan sistem kontrol pelabuhan, atau bahkan algoritma yang memecah belah opini publik. Serangan tidak lagi harus menembus perbatasan darat, tetapi bisa menyusup melalui jaringan kabel bawah laut.
Menurut data Global Cybersecurity Index (2022), Indonesia berada di peringkat ke-24 dunia. Capaian ini patut diapresiasi, namun belum cukup bila dibandingkan dengan kompleksitas ancaman yang terus berkembang. Kemhan perlu menempatkan keamanan siber sebagai garda terdepan dalam arsitektur pertahanan nasional, sejajar dengan pertahanan darat, laut, dan udara.
![]() |
Di atas perairan Natuna Utara yang kerap dalam ketegangan akibat aktifitas kapal-kapal nelayan, niaga hingga kapal perang China. (dok. KRI Surabaya-591) |
Teknologi: Kunci Pertahanan atau Lubang Keamanan?
Modernisasi alutsista memang penting. Namun, belanja besar-besaran tanpa arah strategis yang adaptif hanya akan menjadi pajangan mahal. Pertanyaan publik tentang efektivitas pembelian jet tempur Rafale, kapal selam Scorpene, atau drone tempur Elang Hitam bukanlah bentuk sinisme, tetapi panggilan atas akuntabilitas dan efisiensi.
Di sinilah peran BUMN strategis seperti PT Pindad, PT LEN, dan PT DI menjadi penting. Kemandirian industri pertahanan bukan sekadar simbol nasionalisme, tetapi keharusan agar kita tidak selalu bergantung pada politik luar negeri negara pemasok teknologi.
Pertahanan Rakyat Semesta: Masihkah Relevan?
Konsep "pertahanan rakyat semesta" yang dianut Indonesia mengandung makna inklusif dan partisipatoris. Namun, realitas sosial hari ini menantang penerapannya. Generasi muda lebih akrab dengan perangkat digital daripada kegiatan baris-berbaris. Paradigma pertahanan harus bergeser dari hanya mengandalkan kesadaran fisik, menuju literasi digital, kemampuan deteksi hoaks, serta bela negara berbasis teknologi.
Apakah negara telah hadir dalam membina kesadaran bela negara yang sesuai konteks zaman? Apakah pelajar, mahasiswa, dan netizen disiapkan sebagai bagian dari pertahanan informasi nasional? Pertanyaan ini menggema, terutama ketika kita menyaksikan polarisasi tajam di dunia maya setiap kali Indonesia memasuki tahun politik.
Geopolitik dan Tantangan Kedaulatan
Letak strategis berbahaya Indonesia di antara dua samudra dan dua benua menjadikan negeri ini selalu berada dalam radar rivalitas kekuatan besar dunia. Ketegangan di Laut China Selatan, misalnya, menempatkan Indonesia dalam posisi dilematis: menjaga kedaulatan sekaligus mempertahankan netralitas aktif.
Kementerian Pertahanan perlu memperkuat diplomasi pertahanan---sebuah instrumen lunak namun berdampak panjang. Koordinasi lintas sektor, dari Kemlu, Kemhan, hingga BIN dan Bakamla, menjadi kunci dalam menjaga sinergi dan satu suara dalam menghadapi potensi konflik kawasan.
Transparansi dan Akuntabilitas
Sorotan publik terhadap pengadaan alutsista yang dianggap tidak transparan perlu dijawab dengan keterbukaan informasi dan penguatan fungsi pengawasan DPR. Reformasi di tubuh Kemhan harus mencakup tata kelola, audit independen, dan pelibatan masyarakat sipil dalam proses pengambilan kebijakan strategis.
Pertahanan yang kuat tidak hanya dibangun di atas kekuatan senjata, tetapi juga di atas kepercayaan rakyat terhadap niat dan arah kebijakan pertahanan itu sendiri.
Menuju Pertahanan Cerdas dan Progresif
Evolusi ancaman menuntut revolusi pemikiran. Indonesia memerlukan pertahanan yang cerdas: adaptif terhadap perubahan, akuntabel kepada publik, dan inovatif dalam teknologi. Pertahanan bukan hanya urusan tentara, tetapi urusan bersama, dari ruang kelas hingga ruang digital.
Kita tak bisa lagi mengukur kekuatan bangsa dari parade militer semata. Yang lebih penting adalah kemampuan kita menjaga integritas bangsa dari dalam, dan membentengi kedaulatan tidak hanya di batas wilayah, tetapi juga di setiap pikiran rakyat Indonesia.
______________
Mahar Prastowo,
Praktisi Komunikasi Strategis (Agitasi & Propaganda), Jurnalis.
Penggiat Bela Negara.
Konten ini telah tayang di paltform blog kompas (kompasiana.com) dengan judul "Pertahanan Masa Kini: Dari Senapan ke Siber, dari Medan ke Pikiran"
1 Komentar
smg lancar jaya dan barokah selalu
BalasHapus