Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Refleksi 2: Celurit di Tangan Pelajar, Cermin Bangsa Gagal?

 


Oleh: Mahar Prastowo 


Malam itu, lima celurit ditemukan di Hotel Fiducia.


Bukan di gudang petani, bukan di ladang tebu, tapi di tangan remaja 16-17 tahun.

Celurit — senjata tradisional yang dulu lambang kerja keras petani — kini berubah makna.

Ia menjadi lambang putus asa.


Ketika anak-anak remaja lebih akrab dengan celurit daripada pena, itu sebetulnya alarm keras bagi bangsa ini: kita sedang gagal.


Gagal membangun harapan.

Gagal menghidupkan semangat belajar.

Gagal membuat sekolah menjadi tempat yang menyenangkan.


Dulu, orang tua berjuang keras supaya anaknya sekolah.

Kini, anak-anak sekolah, tapi malah berkelahi.

Bukan melawan penjajah, tapi melawan sesama anak bangsa.


Jadi, jangan remehkan celurit di tangan mereka.

Itu bukan sekadar alat tawuran.

Itu adalah surat protes.

Sebagai surat yang isinya: "Kami bosan. Kami muak. Kami tidak percaya lagi pada kalian."


Dan sayangnya, surat itu tidak pernah kita baca.

***

Posting Komentar

0 Komentar