Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Tawuran di Otista: Tinta Merah Anak Bangsa

 


Malam itu, di bawah sorotan lampu jalan yang redup di Jalan Otista Raya, Jakarta Timur, sejarah kecil negeri ini kembali tergores. Bukan oleh tinta emas, melainkan darah muda yang tumpah sia-sia.

Pukul 23.30 WIB, segerombolan pelajar — sekitar seratus orang — bergerak dari berbagai arah. Mereka adalah pelajar gabungan, didominasi SMKN 1 Budi Utomo, hendak menggelar pentas brutal di Tanjung Lengkong. Target mereka: pelajar SMKN 34.

Namun takdir berkata lain.

Sebelum sempat mengangkat celurit, mereka disergap oleh amukan warga yang sudah bersiaga. Dituduh membawa teror ke lingkungan mereka, warga Tanjung Lengkong mengayunkan senjata tajam ke arah para pelajar. Panik, para remaja ini tercerai-berai. Lima orang di antaranya berlarian masuk ke Hotel Fiducia, mencari perlindungan di antara tamu hotel yang terkejut. Sisanya berhamburan ke arah Kampung Melayu.

Hanya dalam hitungan menit, Babinsa Bidaracina, Serda Mesak, tiba di lokasi. Ia bergerak cepat — nyaris seperti adegan dalam film laga — menyusuri lorong-lorong hotel, menemukan kelima pelajar ketakutan itu. Tak hanya itu, ia juga mengamankan barang bukti: lima bilah celurit dan sebuah gir motor yang sudah dipertajam.

Tak lama kemudian, bersama Babinsa Balimester, Sertu Hermawanto, para pelajar dievakuasi. Didorong pelan-pelan, dirangkul, dibawa ke Polsek Jatinegara. Demi keselamatan mereka sendiri, katanya. Demi menjaga masa depan yang masih mungkin diselamatkan.

Sementara itu, satu pelajar lain tertangkap tangan oleh warga RW 6 Bidaracina. Sudah babak belur, nyaris tak berbentuk. Beruntung Babinsa cepat mengamankan, membawanya ke Koramil untuk pendataan. Ada rasa kasihan, ada juga kemarahan.

Dalam catatan malam itu, 20 pelajar diamankan. Selain anak-anak SMKN 1 Budi Utomo, ada juga dari SMA 33, SMK PGRI 11, SMK Mercusuar, hingga SMK 315. Ironis, sebagian besar dari mereka mengikuti program Paket C. Pendidikan darurat, untuk masa depan yang sudah bergoyang.

Barang bukti? Tak kalah tragis: lima celurit berkarat, satu gir tajam. Senjata yang lebih pantas dipajang di museum kekelaman anak bangsa.

**


Di pagi ini, saat Anda membaca laporan ini, situasi memang sudah kembali "aman dan kondusif." Polisi sibuk membuat laporan. Koramil menyusun berita acara. Para orang tua mungkin baru tahu anaknya semalam hampir saja menjadi statistik kematian remaja Jakarta.

Tapi negeri ini belum sungguh aman. Tidak saat pelajar-pelajarnya lebih lihai mengayunkan celurit ketimbang pena.

Wahai kalian yang tengah malam membiarkan amarah mendidih di Otista, simpanlah kemarahan itu. Salurkanlah bukan ke dada temanmu, tetapi ke ketidakadilan, ke kemiskinan, ke kebobrokan negeri ini yang lebih pantas dihantam.

Kalau suatu hari nanti harus ada kerusuhan, buatlah itu kerusuhan untuk perubahan. Kerusuhan untuk membersihkan tikus-tikus yang menggerogoti negara. Bukan tawuran konyol yang membuatmu hanya tercatat sebagai kriminal.

Maka sejarah akan mencatatmu dengan tinta emas. Bukan darah di aspal.





***

Konten ini telah tayang di SINI


Posting Komentar

1 Komentar

  1. Masya allah...smga setelah berita ini di baca oleh sebagian anak yg selamat dr tawuran malam itu.
    dan menyadari bhwa lngkah yg mrka temouh adalah salah dan menjadi pelajaran untk tidak mengulangnya kembali.
    Krn saat ini semua warga sdh siap siaga menjaga kampung /lungkungan mrka masing

    BalasHapus